Cara silang menghasilkan Lutino
Cara menyilang lovebird agar beranak lutino atau albino
Salah satu daya tarik lovebird adalah karena warnanya yang indah. Oleh karena itu, dalam pengembangbiakan lovebird biasanya direncanakan suatu pengembangbiakan lovebird dengan pola warna tertentu.
Hal
ini memang memungkinkan dan sudah banyak yang berhasil
mengembangbiakkan lovebird dengan warna-warna tertentu. Biasanya
warna-warna yang langka akan membuat harga lovebird menjadi sangat
tinggi.
Dalam
merencanakan warna bulu pada pengembangbiakan lovebird tidak dapat
dilepaskan dari hukum genetik. Secara umum, telah diketahui bahwa dari
pasangan yang dikawinkan maka sifat anak-anak 50%
meniru induk betina dan 50% meniru induk jantan. Dengan kata lain sifat
anak merupakan perpaduan setengah sifat induk jantan dan setengah sifat
induk betina. Sifat-sifat yang diturunkan ini pun masih dipengaruhi oleh
sifat resesif dan sifat dominan yang dimiliki oleh pasangan yang
dikawinkan.
Untuk
menentukan sifat resesif dan dominan ini dapat diperkirakan setelah
suatu pasangan yang berlainan sifatnya (dalam hal ini warna bulu)
menurunkan dua-tiga periode keturunan. Bila keturunan pada
periode-periode tersebut cenderung mempunyai hasil yang relatif sama
maka dapat diperkirakan sifat dominan dan resesif yang ada pada induk
jantan dan atau induk betina. Berdasarkan pengalaman-pengalaman inilah
kemudian dapat disusun program perencanaan warna bulu pada anak lovebird
dari pasangan-pasangan yang dipelihara.
Berkaitan
dengan pengembangbiakan lovebird untuk mendapatkan warna bulu yang
berbeda maka pengetahuan dasar mengenai genetik sangat penting diketahui
oleh penangkar. Dengan pengetahuan dasar genetik tersebut memungkinkan
penangkar untuk mengawinsilangkan lovebird sehingga dapat diperoleh anak
lovebird dengan warna bulu yang diinginkan.
A. Genetika sebagai Pengetahuan Dasar Pengembangbiakan Lovebird
Genetika
adalah ilmu tentang keturunan atau asal-usul makhluk hidup. Dalam ilmu
ini dipelajari cara suatu sifat (karakter) diturunkan kepada
keturunannya.
Unit
terkecil bahan sifat keturunan adalah gen. Gen terletak pada kromosom
dan tersusun secara linear. Dalam setiap sel tubuh terdapat sepasang
kromosom. Dengan sendirinya gen-gen pada kromosom berpasangan dan
pasangan gen tersebut terletak pada lokus yang sama. Gen-gen yang
terletak pada lokus yang sama memiliki pekerjaan yang sama, hampir sama,
atau berlawanan, tetapi untuk satu tugas tertentu. Sebagai contoh, gen G
bersama alelnya g bekerja untuk menumbuhkan pigmentasi warna bulu. Gen G
mampu untuk berpigmentasi, sedangkan gen g tidak mampu berpigmentasi.
Tugas gen tersebut berlawanan, tetapi untuk tugas yang sama yaitu
pigmentasi warna bulu.
Selama
proses reproduksi, satu set kromosom diturunkan dari setiap induknya
kepada anaknya. Sperma dan sel telur hanya berisi setengah dari jumlah
kromosom yang ada di sel lainnya pada tubuh. Jadi, ketika dua dari
“setengah kelompok” bersatu pada waktu proses pembuahan telur oleh
sperma terbentuk suatu gabungan yang diturunkan pada anaknya.
Dalam
genetika, bentuk luar atau kenyataan karakter yang dimiliki suatu
individu (misalnya: warna hijau pada bulu) dikenal dengan istilah
fenotip. Sementara bentuk susunan genetik suatu karakter yang dimiliki
suatu individu dan ditulis dengan simbol gen dikenal dengan istilah
genotip. Simbol gen untuk lovebird yang bulunya berwarna normal (hijau)
ditulis GG. Lovebird yang berbulu lutino, biru, dan warna mutasi
lainnya ditulis gg. Lovebird yang memiliki simbol gen yang sama
(pasangan kedua alel pada suatu individu sama), misalnya GG dan gg,
disebut homozigot.
GG
adalah pasangan homozigot yang bersifat dominan, sedangkan gg adalah
pasangan homozigot yang bersifat resesif. Hal ini berarti bahwa warna
lovebird yang normal (hijau) adalah dominan terhadap warna mutasi.
Apabila lovebird memiliki simbol gen yang berbeda (pasangan kedua alel
pada suatu individu tak sama), misalnya Gg, disebut heterozigot.
Lovebird yang memiliki genotip yang heterozigot (Gg) maka akan
menunjukkan warna bulu hijau. Warna hijau adalah dominan terhadap warna
mutasi dan warna mutasi tersebut tertutup oleh warna hijau sehingga
tidak terlihat dari penampilannya.
B. Program Persilangan untuk Menghasilkan Warna Mutasi Bulu
Gen
dapat mengalami mutasi lebih dari sekali sehingga dapat terbentuk 2
atau lebih macam alel bagi suatu gen. Gen G berperan untuk menumbuhkan
warna bulu secara normal lalu gen G mengalami mutasi. Dengan demikian,
gen G tidak mampu mengadakan warna bulu secara normal sehingga akan
menghasilkan warna bulu lainnya, seperti albino dan lutino. Gen
G yang bermutasi itu diberi simbol g. Gen yang mengalami mutasi
tersebut ditulis dengan huruf kecil karena karakter yang ditumbuhkan
bersifat resesif.
Artinya,
bila gen g terdapat pada satu tubuh dengan gen G maka gen g akan
ditutupi atau dikalahkan. Kejadian mutasi gen ini dapat dimanfaatkan
untuk tujuan pengembangbiakan lovebird sehingga dihasilkan lovebird
dengan warna bulu yang diharapkan, yaitu sama atau berbeda dengan induk
jantan dan betinanya. Untuk tujuan komersial, cara ini cukup
menguntungkan karena lovebird dengan warna mutasi mempunyai daya jual
yang lebih mahal.
Jenis
lovebird yang banyak dijual di pasar burung di Indonesia adalah
lovebird ‘muka salem’, lovebird kacamata ‘fischer’, lovebird kacamata
‘topeng’, dan lovebird hasil mutasi. Ketiga jenis lovebird tersebut
dapat mudah dikembangbiakkan untuk menghasilkan lovebird warna mutasi.
Di antara ketiga jenis lovebird komersial tersebut, lovebird ‘muka
salem’ dapat menghasilkan banyak warna mutasi, seperti lutino (kuning, mata merah), golden cherry (kuning), cinnamon (cokelat kekuningan), biru pastel, pied (bercak warna), dan albino (putih, mata merah). Warna mutasi dari lovebird kacamata ‘topeng’ yang terkenal adalah biru.
Untuk
mendapatkan anakan dengan warna mutasi, penangkar harus mempunyai induk
dengan warna mutasi. Apabila ingin diperoleh anak dengan warna mutasi
dari kedua induk yang berbulu normal maka caranya sangat rumit dan
membutuhkan waktu yang sangat lama. Berikut ini contoh-contoh program
perencanaan warna bulu pada anak lovebird dari pasangan-pasangan yang
dipelihara.
1. Lutino dan albino
Lutino dan albirto pada lovebird ‘muka salem’ adalah bentuk dari mutasi rangkai kelamin resesif. Gen lutino dan albino terletak
pada kromosom kelamin. Oleh karena itu, karakter yang ditimbulkan gen
ini diturunkan bersama dengan karakter kelamin. Selain kedua bentuk
mutasi tersebut, bentuk mutasi bulu lain yang melibatkan rangkai kelamin
resesif adalah cinnamon murni atau hasil mutasi yang bermata merah.
Perhatikan digram di bawah ini:
Salah
satu daya tarik lovebird adalah karena warnanya yang indah. Oleh karena
itu, dalam pengembangbiakan lovebird biasanya direncanakan suatu
pengembangbiakan lovebird dengan pola warna tertentu. Hal ini memang
memungkinkan dan sudah banyak yang berhasil mengembangbiakkan lovebird
dengan warna-warna tertentu. Biasanya warna-warna yang langka akan
membuat harga lovebird menjadi sangat tinggi.
Dalam
merencanakan warna bulu pada pengembangbiakan lovebird tidak dapat
dilepaskan dari hukum genetik. Secara umum, telah diketahui bahwa dari
pasangan yang dikawinkan maka sifat anak-anak 50% meniru induk betina
dan 50% meniru induk jantan. Dengan kata lain sifat anak merupakan
perpaduan setengah sifat induk jantan dan setengah sifat induk betina.
Sifat-sifat yang diturunkan ini pun masih dipengaruhi oleh sifat resesif
dan sifat dominan yang dimiliki oleh pasangan yang dikawinkan.
Untuk
menentukan sifat resesif dan dominan ini dapat diperkirakan setelah
suatu pasangan yang berlainan sifatnya (dalam hal ini warna bulu)
menurunkan dua-tiga periode keturunan. Bila keturunan pada
periode-periode tersebut cenderung mempunyai hasil yang relatif sama
maka dapat diperkirakan sifat dominan dan resesif yang ada pada induk
jantan dan atau induk betina. Berdasarkan pengalaman-pengalaman inilah
kemudian dapat disusun program perencanaan warna bulu pada anak lovebird
dari pasangan-pasangan yang dipelihara.
Berkaitan
dengan pengembangbiakan lovebird untuk mendapatkan warna bulu yang
berbeda maka pengetahuan dasar mengenai genetik sangat penting diketahui
oleh penangkar. Dengan pengetahuan dasar genetik tersebut memungkinkan
penangkar untuk mengawinsilangkan lovebird sehingga dapat diperoleh anak
lovebird dengan warna bulu yang diinginkan.
A. Genetika sebagai Pengetahuan Dasar Pengembangbiakan Lovebird
Genetika
adalah ilmu tentang keturunan atau asal-usul makhluk hidup. Dalam ilmu
ini dipelajari cara suatu sifat (karakter) diturunkan kepada
keturunannya.
Unit
terkecil bahan sifat keturunan adalah gen. Gen terletak pada kromosom
dan tersusun secara linear. Dalam setiap sel tubuh terdapat sepasang
kromosom. Dengan sendirinya gen-gen pada kromosom berpasangan dan
pasangan gen tersebut terletak pada lokus yang sama. Gen-gen yang
terletak pada lokus yang sama memiliki pekerjaan yang sama, hampir sama,
atau berlawanan, tetapi untuk satu tugas tertentu. Sebagai contoh, gen G
bersama alelnya g bekerja untuk menumbuhkan pigmentasi warna bulu. Gen G
mampu untuk berpigmentasi, sedangkan gen g tidak mampu berpigmentasi.
Tugas gen tersebut berlawanan, tetapi untuk tugas yang sama yaitu
pigmentasi warna bulu.
Selama
proses reproduksi, satu set kromosom diturunkan dari setiap induknya
kepada anaknya. Sperma dan sel telur hanya berisi setengah dari jumlah
kromosom yang ada di sel lainnya pada tubuh. Jadi, ketika dua dari
“setengah kelompok” bersatu pada waktu proses pembuahan telur oleh
sperma terbentuk suatu gabungan yang diturunkan pada anaknya.
Dalam
genetika, bentuk luar atau kenyataan karakter yang dimiliki suatu
individu (misalnya: warna hijau pada bulu) dikenal dengan istilah
fenotip. Sementara bentuk susunan genetik suatu karakter yang dimiliki
suatu individu dan ditulis dengan simbol gen dikenal dengan istilah
genotip. Simbol gen untuk lovebird yang bulunya berwarna normal (hijau)
ditulis GG. Lovebird yang berbulu lutino, biru, dan warna mutasi
lainnya ditulis gg. Lovebird yang memiliki simbol gen yang sama
(pasangan kedua alel pada suatu individu sama), misalnya GG dan gg,
disebut homozigot.
GG
adalah pasangan homozigot yang bersifat dominan, sedangkan gg adalah
pasangan homozigot yang bersifat resesif. Hal ini berarti bahwa warna
lovebird yang normal (hijau) adalah dominan terhadap warna mutasi.
Apabila lovebird memiliki simbol gen yang berbeda (pasangan kedua alel
pada suatu individu tak sama), misalnya Gg, disebut heterozigot.
Lovebird yang memiliki genotip yang heterozigot (Gg) maka akan
menunjukkan warna bulu hijau. Warna hijau adalah dominan terhadap warna
mutasi dan warna mutasi tersebut tertutup oleh warna hijau sehingga
tidak terlihat dari penampilannya.
B. Program Persilangan untuk Menghasilkan Warna Mutasi Bulu
Gen
dapat mengalami mutasi lebih dari sekali sehingga dapat terbentuk 2
atau lebih macam alel bagi suatu gen. Gen G berperan untuk menumbuhkan
warna bulu secara normal lalu gen G mengalami mutasi. Dengan demikian,
gen G tidak mampu mengadakan warna bulu secara normal sehingga akan
menghasilkan warna bulu lainnya, seperti albino dan lutino. Gen
G yang bermutasi itu diberi simbol g. Gen yang mengalami mutasi
tersebut ditulis dengan huruf kecil karena karakter yang ditumbuhkan
bersifat resesif.
Artinya,
bila gen g terdapat pada satu tubuh dengan gen G maka gen g akan
ditutupi atau dikalahkan. Kejadian mutasi gen ini dapat dimanfaatkan
untuk tujuan pengembangbiakan lovebird sehingga dihasilkan lovebird
dengan warna bulu yang diharapkan, yaitu sama atau berbeda dengan induk
jantan dan betinanya. Untuk tujuan komersial, cara ini cukup
menguntungkan karena lovebird dengan warna mutasi mempunyai daya jual
yang lebih mahal.
Jenis
lovebird yang banyak dijual di pasar burung di Indonesia adalah
lovebird ‘muka salem’, lovebird kacamata ‘fischer’, lovebird kacamata
‘topeng’, dan lovebird hasil mutasi. Ketiga jenis lovebird tersebut
dapat mudah dikembangbiakkan untuk menghasilkan lovebird warna mutasi.
Di antara ketiga jenis lovebird komersial tersebut, lovebird ‘muka
salem’ dapat menghasilkan banyak warna mutasi, seperti lutino (kuning, mata merah), golden cherry (kuning), cinnamon (cokelat kekuningan), biru pastel, pied (bercak warna), dan albino (putih, mata merah). Warna mutasi dari lovebird kacamata ‘topeng’ yang terkenal adalah biru.
Untuk
mendapatkan anakan dengan warna mutasi, penangkar harus mempunyai induk
dengan warna mutasi. Apabila ingin diperoleh anak dengan warna mutasi
dari kedua induk yang berbulu normal maka caranya sangat rumit dan
membutuhkan waktu yang sangat lama. Berikut ini contoh-contoh program
perencanaan warna bulu pada anak lovebird dari pasangan-pasangan yang
dipelihara.
1. Lutino dan albino
Lutino dan albirto pada lovebird ‘muka salem’ adalah bentuk dari mutasi rangkai kelamin resesif. Gen lutino dan albino terletak
pada kromosom kelamin. Oleh karena itu, karakter yang ditimbulkan gen
ini diturunkan bersama dengan karakter kelamin. Selain kedua bentuk
mutasi tersebut, bentuk mutasi bulu lain yang melibatkan rangkai kelamin
resesif adalah cinnamon murni atau hasil mutasi yang bermata merah.
Perhatikan digram di bawah ini:
Pada
burung, kromosom kelamin betina adalah ZW dan kromosom jantan adalah ZZ
(pada binatang mamalia kromosom kelamin betina adalah XX dan kromosom
jantan adalah XY). Hal ini berarti bahwa lovebird betina menghasilkan
telur yang membawa Z dan W, sedangkan lovebird jantan menghasilkan
sperma yang hanya membawa Z. Jika resesif gen mutan terjadi pada
kromosom Z yang tidak ada pasangannya dengan kromosom W yang lebih
pendek maka tidak terjadi pindah silang gen mutan tersebut.
Dengan
demikian, lovebird betina hanya memerlukan satu gen resesif (contoh: g)
untuk memperlihatkan adanya mutasi dalam penampilannya, sedangkan
lovebird jantan memerlukan dua resesif gen (contoh: gg). Oleh karena
keturunan yang berupa ZW adalah betina dan ZZ adalah jantan, pewarisan
kromosom Z akan mengikuti pola khas: induk betina akan meneruskan
kromosom Z hanya kepada keturunan jantannya, sedangkan induk jantan akan
meneruskan kromosom Z kepada keturunan jantan dan betina. Itulah
sebabnya anak betina akan selalu mewarisi kromosom Z dari induk jantan
karena induk betina pasti telah menyumbangkan kromosom W. Lagi pula,
induk betina dapat meneruskan informasi pada kromosom Z kepada cucunya
hanya melalui anak-anak jantannya. Sifat genetik yang dilanjutkan dengan
pola khas ini disebut rangkai kelamin.
Untuk
memperoleh bentuk lutino dari lovebird ‘muka salem’ dapat dilihat pada
Tabel 1. Gen dominan untuk warna hijau normal menggunakan simbol G.
Tabel 1:
Dengan demikian, pejantan warna hijau normal memiliki genotip GG, betina hijau normal adalah G-, jantan lutino adalah gg, jantan hijau normal atau pembawa sifat lutino adalah Gg, dan betina lutino adalah g-.
Apabila ingin diperoleh cukup banyak anak lovebird berbentuk lutino dari
sepasang lovebird yang ditangkarkan maka sebaiknya kegiatan penangkaran
dimulai dengan menangkarkan sepa-sang lovebird yang terdiri dari betina
normal dan jantan lutino (Diagram l).
Diagram 1:
Dengan
cara ini dapat diharapkan diperoleh 50% anak lutino pada generasi
pertama. Hal ini tidak mungkin terjadi bila sepasang lovebird yang
dikawinkan adalah betina lutino dengan jantan normal homozigot (Diagram 2).
Diagram 2:
Keuntungan
lain dari penggunaan pasangan betina normal dengan jantan lutino adalah
dapat diketahuinya jenis kelamin anak ketika berada di sarang, yaitu
sebelum bulunya muncul. Anak yang betina (lutino) mempunyai mata berwarna merah, sedangkan anak jantan (normal) mempunyai mata berwarna gelap.
Untuk menghasilkan anak lovebird albino maka perlu dimulai dengan menyilangkan lovebird betina warna biru (BBb-) dengan lovebird jantan lutino (BBll). Persilangan kedua induk lovebird tersebut menghasilkan keturunan pertama (F1) anak betina lutino atau
biru (Bbl-). Selain itu, diperlukan juga pejantan dengan genotip yang
sama (Bbll) yang diperoleh dari hasil perkawinan induk betina lutino (BBl-)
dengan induk jantan biru atau lutino (Bbll). Perkawinan antara kedua
keturunan F1 (Bbl- x Bbll) tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.
Program persilangan untuk memperoleh anak bentuk albino dan lutino di atas dapat diterapkan untuk lovebird jenis lain yang mempunyai kedua bentuk mutasi tersebut.
2. Warna biru dan warna mutasi lainnya
Perkawinan
antara lovebird kacamata ‘topeng’ yang berbulu normal (hijau) dengan
yang berbulu biru merupakan salah satu contoh dari pasangan resesif yang
melibatkan otosom (Tabel 3). Otosom merupakan kromosom yang tak
menentukan jenis kelamin.
Tabel 3:
Warna
hijau dominan terhadap warna biru. Bentuk genotip warna hijau adalah
GG, sedangkan warna biru adalah resesif dengan genotip gg. Jadi, semua
sel kelamin dari induk yang dominan akan mengandung satu gen G,
sedangkan induk yang resesif akan mengandung satu gen g. Berarti semua
anak akan menerima satu gen G dan satu gen g dari setiap induknya. Hal
ini jelas terlihat bahwa semua anak pada generasi pertama (F1) akan
mempunyai genotip Gg (Diagram 3).
Hal
ini berarti secara fenotip anak lovebird tersebut berwarna hijau,
tetapi anak lovebird tersebut membawa gen warna biru pada genotipnya.
Jadi, anak lovebird tersebut bersifat heterozigot.
Ketika
lovebird heterozigot tersebut dikawinkan maka pasangan lovebird
tersobut akan menghasilkan anak yang berwarna hijau dan berwarna biru
pada generasi kedua (F2). Perbandingan harapan dari anak lovebird warna
hijau terhadap biru adalah 3 : 1 dengan satu pertiga anak lovebird
berwarna hijau homozigot (GG), dua pertiga warna hijau heterozigot dan
pembawa sifat warna biru (Gg), serta satu pertiga warna biru (gg).
Pasangan
otosom resesif lainnya antara lain adalah perkawinan antara lovebird
‘muka salem’ yang berbulu normal dengan yang berbulu biru pastel, dan
perkawinan antara jenis lovebird berbulu normal dengan lovebird warna
mutasi lainnya.
Warna bulu mutasi lainnya pada lovebird yang melibatkan pasangan otosom resesif adalah pied dan golden cherry. Pada
prinsipnya, untuk mendapatkan bulu dengan warna mutasi tersebut hampir
sama dengan program persilangan untuk memperoleh bulu warna biru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar